Sunday, February 17, 2013

BIOETANOL DARI ALGA HIJAU

 

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya yang telah di berikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas terstruktur PKM GT dari mata kuliah kimia organik dengan judul “BIOETHANOL GENERASI KETIGA DARI ALGA HIJAU” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah kimia organik yang kiranya dapat membantu para pembaca dalam mempelajari dan memahami  bioethanol generasi ketiga dari alga hijau dan memberikan keleluasan dalam memunculkan ide-ide kreatif dalam menjawab permasalahan yang ada saat ini.
Dalam terselesaikannya PKM GT ini, kami banyak mendapat pengetahuan dan pembelajaran baru tentang bioethanol dari alga hijau. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Afghani Jayuska,S.Si,M.Si selaku dosen matakuliah kimia organik.
Harapan kami semoga PKM GT kami ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca. Akhir kata kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan terima kasih kepada para pembaca. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca bila terdapat kesalahan dan kekurangan dari  makalah ini. Atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.


Pontianak, Januari 2013
       
                                                                               Penyusun




i

DAFTAR ISI











ii
RINGKASAN

Bahan bakar minyak masih menjadi bahan bakar yang sangat diperlukan dalam melaksanakan aktivitas. Saat ini bahan bakar fosil masih menempati posisi tertinggi dalam penggunaannya. Tingkat konsumsi terhadap minyak rata-rata naik 6 % pertahun. Konsumsi terbesar adalah minyak diesel (solar) yang mencapai 22 juta kiloliter pada tahun 2002 sedangkan produksi minyak bumi Indonesia saat ini tinggal 942.000 barrel perhari sehingga Indonesia kini menjadi negara pengimpor bahan bakar minyak.
Indonesia kini menjadi negara pengimpor bahan bakar minyak (BBM). Setelah sebelumnya menjadi negara pengekspor.  Hal ini disebabkan secara alamiah menurunnya cadangan minyak pada sumur-sumur yang berproduksi. Cadangan energi fosil kita semakin hari semakin berkurang, sedangkan kebutuhannya terus meningkat,  disamping itu bahan bakar fosil memberikan efek rumah kaca. Sumber daya alam fosil tidak dapat diperbarui, sehingga dimasa yang akan datang akan menjadi permasalahan yang besar dalam ketersediaan bahan bakar fosil. Untuk mengatasi permasalahan ini, dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah membatasi penggunaan bahan bakar fosil dan yang kedua adalah mencari bahan bakar alternatif lain. Alga hijau dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan yang ada dan mungkin timbul. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium.
Bioetanol sendiri diolah dari karbohidrat atau pati yang terkandung dalam bahan alam. Selama ini bioetanol banyak dihasilkan dari tanaman pangan seperti jagung, singkong, dan ubi jalar. Padahal, bahan-bahan ini masih dibutuhkan sebagai penopang bahan pangan. Melalui tulisan ini, penulis mengangkat alga sebagai salah satu solusi alternatif dalam produksi bioetanol yang nantinya dapat menjadi bahan bakar alternatif. Hal ini karena alga tersebar dimana-mana dan kandungan karbohidrat yang lebih tinggi daripada jagung atau umbi-umbian lainnya.
Beberapa permasalahan yamg dialami adalah sebagai berikut:
a.       Mobil menggunakan bahan bakar fosil mengeluarkan emisi gas buang yang tinggi sehingga menciptakan polusi.
b.      Sumber daya alam fosil tidak dapat diperbarui.
c.       Gas buang dari bahan bakar fosil memberikan efek rumah kaca

iii
Alga merupakan bahan baku yang bersifat dapat diperbaharui, murah, dan mudah diperoleh. Dampak paling positif dari bioetanol adalah pengurangan emisi gas rumah kaca dalam produksi dan konsumsi, bioetanol dari Spirogyra memiliki nilai oktan yang tinggi.






















iv

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Indonesia memiliki beragam sumber daya yang dapat dijadikan sebagai sumber energi. Saat ini sumber daya energi di negara ini masih tergantung pada minyak, gas, batubara panas bumi, air dan sebagainya. Seiring dengan laju pertambahan kendaraan, konsumsi akan bahan bakar atau BBM semakin meningkat.
Tingkat konsumsi terhadap minyak rata-rata naik 6 % pertahun. Konsumsi terbesar adalah minyak diesel (solar) yang mencapai 22 juta kiloliter pada tahun 2002 sedangkan produksi minyak bumi Indonesia saat ini tinggal 942.000 barrel perhari sehingga Indonesia kini menjadi negara pengimpor bahan bakar minyak. Setelah sebelumnya menjadi negara pengekspor.
Oleh karena itu, untuk memenuhi tingkat konsumsi terhadap minyak dan mendorong pengembangan serta pemanfaatan energi alternatif terbarukan, bahan bakar nabati, diantaranya biodiesel dan bioetanol. Belakangan ini muncul aneka temuan. Mulai dari singkong, ubi jalar, hingga jagung yang diolah menjadi bioetanol. Tetapi dalam perjalannya, perkembangan alih bahan bakar  tersebut sering kali terhambat. Benturan dengan kebutuhan pangan menjadi salah satu tantangannya. Sementara gagal panen dan lahan yang dibutuhkan menjadi persoalan lain yang tak bisa diremehkan, terutama di tengah isu pemanasan global.
Bioetanol sendiri diolah dari karbohidrat atau pati yang terkandung dalam bahan alam. Selama ini bioetanol banyak dihasilkan dari tanaman pangan seperti jagung, singkong, dan ubi jalar. Padahal, bahan-bahan ini masih dibutuhkan sebagai penopang bahan pangan. Melalui tulisan ini, penulis mengangkat alga sebagai salah satu solusi alternatif dalam produksi bioethanol yang nantinya dapat menjadi bahan bakar alternatif. Hal ini karena alga tersebar dimana-mana dan kandungan karbohidrat yang lebih tinggi daripada jagung atau umbi-umbian lainnya.

Tujuan dan Manfaat dari gagasan

Tujuan dari gagasan ini adalah :
a.       Mengetahui potensi alga sebagai bahan baku produksi bioethanol
b.      Mengetahui cara mengolah alga menjadi bioethanol dan pemanfaatannya

1
Manfaat dari gagasan ini adalah:
a.       Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat lain dari alga sebagai sumber alam yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif
b.      Memberikan informasi mengenai pengembangan bioetanol dari alga


GAGASAN


1.      Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan

Bahan bakar minyak diperlukan dalam berbagai aktivitas, di Indonesia tingkat penggunaan BBM masih sangat tinggi, sehingga mengharuskan mengimpor BBM yang akan memberikan hambatan terhadap aktivitas dari berbagai kalangan. Salah satu bahan yang menjadi masalah adalah bensin, salah satu jenis bahan bakar untuk kendaraan bermotor.
Bensin adalah salah satu jenis bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor. Bensin tersedia atas tiga jenis dengan mutu yang berbeda pula  yaitu premium, pertamax, dan pertamax plus. Bensin dikaitkan dengan jumlah ketukan yang ditimbulkannya dan dinyatakan dengan nilai oktan. Semakin sedikit ketukan maka semakin baik mutu bensin, dan semakin tinggi nilai oktannya.
Nilai oktan bensin dapat ditingkatkan dengan Reforming atau menambahkan zat anti ketukan. Reforming adalah suatu proses untuk mengubah alkana rantai lurus menjadi rantai bercabang, yang akan menaikan nilai oktan. Salah satu zat anti ketukan yang hingga kini masih digunakan di Indonesia adalah Tetraethyl Lead (TEL). Zat ini dapat menaikan nilai oktan 15 poin, tetapi dapat menghasilkan timbal hitam bersama asap kendaraan yang akan menempel pada komponen mesin dan untuk mencegah supaya timbal hitam tersebut tidak menempel pada komponen mesin dicampurkan pula etilen bromida, akan tetapi hal ini justru menghasilkan timbal bromida yang keluar bersama asap kendaraan, yang mana senyawa ini sangat beracun yang dapat merusak otak.
Permasalahan Dalam Penggunaan Bahan Bakar Fosil Bahan bakar fosil memiliki beberapa kelemahan dan menimbulkan permasalahan, baik itu permasalahan yang sudah ada dan yang akan timbul. Beberapa permasalahan tersebut adalah:
a.       Mobil menggunakan bahan bakar fosil mengeluarkan emisi gas buang yang tinggi sehingga menciptakan polusi.
2
b.      Sumber daya alam fosil tidak dapat diperbarui.
c.       Gas buang dari bahan bakar fosil memberikan efek rumah kaca

2.      Solusi yang ditawarkan

Dalam mengatasi permasalahan ini dilakukan dengan dua cara yaitu membatasi penggunaan bahan bakar fosil dan mencari bahan bakar alternatif lainnya. Langkah untuk membatasi penggunaan bahan bakar fosil dilakukan pemerintah dengan menurunkan subsidi bahan bakar minyak dan membatasi konsumsi bahan bakar, dan langkah untuk mencari bahan bakar alternatif lainnya akan dibahas dalam tulisan ini.
Penemuan bioetahnol saat ini dikenal dengan bioethanol generasi pertama dan generasi kedua. Bioethanol generasi pertama yang telah mencapai tingkat ekonomi produksi komersial, terutama dari tanaman pangan dan minyak yaitu ubi kayu, minyak sawit, tebu, bit gula, gandum, barley, jagung. Produksi bioethanol dan pertumbuhan konsumsi meningkat dari hari ke hari, namun dampak mereka terhadap memenuhi kebutuhan energi secara keseluruhan di sektor transportasi akan tetap terbatas karena persaingan dengan produksi pangan dan serat untuk penggunaan tanah yang subur, kebutuhan air yang tinggi dan pupuk, danau yang dikelola dengan baik praktek pertanian di negara berkembang, konservasi keanekaragaman hayati dan regional dibatasi struktur pasar. Produksi bioethanol global telah meningkat dengan cepat selama dekade terakhir, tetapi bioethanol memperluas industri baru-baru ini menimbulkan kekhawatiran penting.
Secara khusus, bioethanol generasi pertama telah semakin dipertanyakan atas keprihatinan seperti pemindahan tanaman pangan, efek terhadap lingkungan, dan perubahan iklim. Keterbatasan bioethanol generasi pertama yang dihasilkan dari tanaman pangan menyebabkan lahirnya bioethanol generasi kedua yang dihasilkan dari persediaan pakan lignoselulosa. Meskipun kemajuan yang signifikan terus dilakukan untuk mengatasi tantangan teknis dan ekonomi, produksi bioethanol generasi kedua akan terus menghadapi kendala utama untuk menjalankan penyebaran komersial.

3.      Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan  Melalui Gagasan yang Diajukan

Untuk mengatasi permasalahan harga minyak dunia, kesediaan, dan konsumsi bahan bakar minyak yang semakin meningkat, tantangan untuk mencari bioethanol alternatif yang lebih efektif daripada generasi satu dan generasi kedua memerlukan alternatif yang melimpah dan murah. Alasan ini juga mendorong
3
berbagai pemerintah untuk memprioritaskan penggunaan energi terbarukan untuk menghindari kekurangan energi, ekonomi, dan masalah lingkungan.
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah mencari sebanyak banyaknya potensial untuk menghasilkan BBM pengganti. Dalam tulisan ini, alga hijau dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan yang ada dan mungkin timbul. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan campuran antara bensin dan bioetanol.
Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan globaldan pencemaran udara dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru. Berdasarkan hasil penelitian (Sulfahri), 0,67 kg alga dapat menghasilkan satu liter bioetanol. Algaspirogyra memiliki kandungan karbohidrat hingga 64 persen. Karbohidrat dibutuhkan dalam proses fermentasi dalam menghasilkan bioetanol. Sementara itu untuk volume yang sama dibutuhkan 8 kg ubi jalar atau 6,5 kg singkong atau 5 kg jagung. Hal ini akan sangat membantu dalam efisiensi dari segi kuantitas bahan alam.

4.      Pihak-pihak yang terkait

Pihak-pihak yang dapat terkait dalam mengimplementasikan energi alternatif  untuk bahan bakar ini yaitu Pemerintah, pekerja bidang kesehatan, pemerhati IPTEK, akademisi, pengusaha, dan seluruh komponen masyarakat Indonesia untuk mulai meningkatkan perhatiannya pada teknologi Polymerase Chain Reaction yang tepat guna bagi bangsa dan masyarakat Indonesia karena kemajuan suatu bangsa dimulai dari peningkatan kualitas hidup dan pemanfaatan SDM (sumber daya manusia).

5.      Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan gagasan sehingga tujuan atau perbaikan dapat tercapai

Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan terdiri dari beberapa  komponen, langkah pertama pihak pengkaji gagasan(penulis) perlu memperlajari lebih dalam dan rinci mengenai apa bioetanol dan aplikasinya sebagai bahan bakar alternatif, mengapa dipilih cara alternatif ini sebagai pilihan, siapa yang akan terkait dalam seluruh proses pengimplemantasiannya, dimana tempat produksinya, dan  bagaimana proses  serta kemajuan  pengaplikasiannya kelak; langkah selanjutnya, membicarakan ide tersebut kepada pihak-pihak terkait(pada poin 4), setelah mendapat persetujuan dilakukan uji coba untuk bahan alga tersebut, dan terakhir proses produksi.
Selain hal-hal diatas, perlu pula sosialisasi kepada masyarakat guna pengembangan alga yang lebih baik, dengan demikian alga dapat diperoleh dengan mudah, penggunaan alga dapat berjalan secara kontinyu, serta perolehan alga dengan kualitas baik akan lebih menguatkan produksi bioetanol dari alga ini sebagai bahan bakar alternatif.
 








    Gb.Alga Hijau

     
       6.      Proses fermentasi Alga Hijau

Alga hijau memang sangat cocok untuk dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol,  karena relatif mudah memperoleh mahkluk mini itu, kemudian spirogyra juga mengandung  karbohidrat mencapai 64%, dan itu hampir 3 kali lipat karbohidrat singkong, yang rata-rata cuma 25%.

Itulah yang membuat spirogyra menjadi bahan baku bioetanol potensial. Selain itu,  spirogyra memang tidak dapat dikonsumsi sehingga tak terjadi kompetisi dengan kebutuhan pangan.
Kaya karbohidrat
Menurut Prof I Nyoman Kabinawa, periset alga di Pusat Penelitian Bioteknologi, alga yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi cocok untuk bioetanol. “Minimal mengandung 25% karbohidrat,” kata Kabinawa. Sejatinya lemak bisa diolah menjadi biodiesel, tapi kandungannya paling tidak 30%. spirogyra menyimpan karbohidrat sebanyak 33-64% dan 11-21% lemak sehingga cocok sebagai bahan baku bioetanol.
Menurut Sulfahri, jenis karbohidrat dalam spirogyra adalah amilum alias zat tepung. Zat tepung tergolong polimer alam dengan ukuran molekul besar yang tersusun oleh monomer glikosida. ”Sel tidak mampu memanfaatkan amilum secara langsung,” kata Sulfahri. Itu sebabnya ia menambahkan 0,12% enzim alfa-amilase untuk menguraikan ikatan polimer amilum menjadi gula berbentuk glukosa, maltosa, dan dekstrin.
Ketiga bahan itulah yang nantinya menjadi bioetanol. “Semakin banyak gula yang dapat dimanfaatkan sel, semakin tinggi pula kadar etanol yang dihasilkan,” tutur alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember itu. Maklum, glukosa dan maltosa adalah sumber energi bagi bakteri penghasil etanol. Bakteri itu mengubah glukosa dan maltosa menjadi etanol dalam kondisi tertutup tanpa udara melalui proses fermentasi sehingga dijuluki bakteri fermentor.
Fermentasi tergolong proses biologis yang melibatkan bakteri hidup sehingga etanol yang dihasilkan disebut bioetanol. Produsen sejatinya bisa membuat etanol dengan proses fisika atau hidrasi. Industri alkohol untuk farmasi maupun kosmetik membuat etanol dengan cara itu lantaran prosesnya jauh lebih cepat dan efisien. Pada riset ilmiah itu, Sulfahri memanfaatkan spirogyra dari lahan kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.
Menurut Kabinawa, spirogyra lazim dijumpai di kolam air tawar yang tergenang serta tinggi kandungan nitrogen dan fosfor. Itu sebabnya makhluk super mini itu mudah diperoleh. Sulfahri lalu mengoven alga hijau basah itu hingga berkadar air maksimal 5%, memblender, lalu menambahkan air suling sebanyak 15 kali bobot alga kering. “Hasil itu yang nantinya digunakan untuk hidrolisis, pembuatan starter, dan fermentasi,” tutur Sulfahri.
Chlorella
Pada riset yang dibiayai oleh Beasiswa Unggulan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sulfahri menambahkan 10% kapang Saccharomyces cerevisiae sebagai bakteri fermentor. Selang 10 hari, larutan itu pun mengandung 9,245% etanol. Ia lantas menyaring dan menyuling larutan itu sampai memperoleh bioetanol berkadar 99%. Hasilnya, untuk memperoleh seliter bioetanol berkadar 99% alias fuel grade ia memerlukan 0,67 kg spirogyra kering atau setara 6-7 kg segar.
Bioetanol dari makhluk air bukan barang baru. Pada 2008, Ir Mujizat Kawaroe MSc di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, juga meriset alga untuk membuat bioetanol. Bedanya, Mujizat menggunakan ganggang hijau biru dari jenis Chlorella (baca: Makhluk Mini Pengisi Tangki, Trubus Maret 2008). Chlorella berkadar karbohidrat 29-31% lebih laku sebagai pangan fungsional ketimbang bahan bakar. Ia berhasil membuktikan bahwa bioetanol dari alga menjadi solusi potensial kebutuhan bahan bakar.
Menurut Ir Sri Nurhatika MP, peneliti di jurusan Biologi institut Teknologi Sepuluh Nopember, tingginya rendemen bioetanol menjadikan spirogyra berpeluang besar dikembangkan. “Bandingkan dengan singkong yang perlu 6,5 kg, jagung 5,5 kg atau sagu yang butuh 5 kg untuk menghasilkan seliter bioetanol,” kata Nurhatika.


KESIMPULAN


Hanya kira-kira 10% dari 7000 spesies alga hijau (Divisi Chlorophyta) ditemukan dilaut, selebihnya di air tawar. Dikenali dengan warna hijau rumput yang dihasilkan adanya klorofil a dan b yang lebih dominan dibanding pigmen lain. Pigmen-pigmen terdapat dalam plastid dan sangat tahan terhadap cahaya Panas. Dinding sel lapisan luar terbentuk dari bahan pektin sedangkan lapisandalam dari selulosa. Contohnya : Entermorpha, Caulerpa, Halimeda dan Spirulina.
Proses reproduksi yang terjadi pada alga Spirulina adalah dengan cara aseksual. Filamen yang telah masak putus beberapa bagian membentuk sel baruyang bentuknya biconcave selanjutnya bagian ini membentuk koloni sel yangterdiri dari 2-4 sel dan memisahkan diri dari filamen induk menjadi filamen baru. Sel-sel dalam filamen baru kemudian bertambah jumlahnya, sitoplasma menjadi panjang.
Menurut Santilan dalam budidaya Spirulina diperlukan penambahan mineral seperti karbon, nitrogen, sulfur, potassium, posfor. Pemanenan alga Spirulina platensis dapat dilakukan dengan cara meyaring alga tersebut dengan menggunakan saringan kain nylon yang berukuran 60-70 mesh. Air hasil penyaringan dapat digunakan lagi untuk budidaya Spirulinaplatensis dengan penggunaan ulang sebanyak 2-3 kali. Alga Spirulina platensis yang diperoleh dari hasil pemanenan dapat dikeringkan dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari pada suhu 32-35oC selama 6-8 jam, atau dengan alat pengering modern misalnya oven pada suhu 80-90 oC selama 4-6 jam. Protein dari S.platensis kering dapat mencapai lebih dari 60%, kandungan vitaminnya tinggi terutama vitamin B12 .
Keuntungan dari alga antara lain:
a.    Sebagai bahan baku bioethanol
b.    Bahan baku yang bersifat dapatdiperbaharui, murah, dan mudah dicari.
c.    Dampak paling positif dari bioethanol adalah pengurangan emisi gasrumah  kaca dalam produksi dan konsumsi
5
d.   Bioethanol dari alga memiliki nilai oktan yang tinggi
Metode mengelolah alga hijua menjadi bioethanol:
1.    Identifikasi sampel algaSampel alga diidentifikasi oleh metode Smith dan pada pemeriksaanmikroskopis itu diidentifikasi sebagai spesies Spirogyra sp.
2.    Pengolahan biomassa, sampel dikeringkan dengan sinar matahari matahariatau dikeringkan dalam oven. hingga kadar air sekitar 40%. Alga kering dihaluskan dan disaring sehingga diperoleh serbuk biomassa Spirogyra sp digunakan untuk fermentasi atau dicampur air dengan perbandingan 1:15, kemudian dihancurkan dengan blender atau mesin.
3.    Sakarifikasi oleh biomassa Aspergillus niger, Sakarifikasi adalah proses penguraian polisakarida menjadi bentuk yang lebih sederhana seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa. Untuk sakarifikasi biomassa alga digunakan Aspergillus niger. Aspergillusniger adalah selulolitik dan amilolitik di alam karena memproduksi selulasedan amilase. Enzim ini menghidrolisis selulosa dan pati Spirogyra spdanmelepaskan glukosa. Sakarifikasi dilakukan selama enam hari pada 300C dan proses tersebut dipantau setiap 24 jam untuk gula yang dilepaskan melalui metode. Aspergillus niger dapat menghidrolisis dan menghasilkan gula sederhana yang dapat langsung dimanfaatkan oleh Saccharomycescerevisiae untuk produksi etanol.
4.    Fermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae, Setelah enam hari mengalami sakarifikasi dengan Aspergillus niger. Saccharomyces cerevisiae ditambahkan ke termos untuk produksi fermentasi bioethanol. Proses ini dilakukan selama enam hari lain pada suhu 300C dimana setiap 24 jam sampel diambil untuk perkiraan alkohol (bioetanol) dengan metode Caputi dkk. Pada penelitian lain dapat digunakan enzim aminase untuk membantu proses fermentasi dan proses fermentasi 10 hari memiliki kualitas yang lebih baik.
5.    Destilasi, destilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer. Dengan memanaskan larutan pada suhurentang 78-100oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. leh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100oC. Pada suhu itu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan kedalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan bensin.


6

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2010. Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesindan Implementasi di Lapangan. http:bioetanol.blogspot.com.
Anonim.Pemanasan Global. http://id.wikipedia.org
 Anonim. 2005.Prospek Pertanian Biodiesel dan Bioetanol. http://www.bppt.go.id/ 
Ciferri,O. 1983. Spirulina, The Edible Microorganism. Microbiological Reviews
Eshaq,Fuad Salem et al. Spirogyra biomass a renewable source for bioethanol Production. International Journal of Engineering Science and Technology.
Juni,anugrah.2010.Spirogyra.http.anugrahjuni.wordpress.com
Surya. 2010.Ganggang Air Bisa Dijadikan Bioetanol. www.kompas.com
Santilan. 1982. Mass Production of Spirulina. Experienties. 38:40-43.
Suhartono, M.T., Angka, S.L. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. IPB. Cetakan I.
Suryana.2010. Temuan Mahasiswa ITS. Solusi Impor BBM. www.greenmining.or.id.
Tedi,2008,Ganggang,Lumut dan Tumbuhan Paku-pakuan .http.tedbio.multipty.com.
Widianta, Ardhiles Dan Widi Prima Deva. 2008. Ubi Kayu (Mannihot Esculenta) Sebagai Bahan Alternatif Pengganti Bensin (Bioetanol) YangRamah Lingkungan. http.isnanimurti.wordpress.com






7

No comments: