LAPORAN
PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA I
DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA PELARUT YANG TAK
SALING CAMPUR
Disusun oleh:
Nama : Yovita Novi
NIM : H23111004
Kelompok : 1 (SATU)
Tgl Praktikum : 14 Desember 2012
Dosen : Berlian Sitorus,S.Si.,M.Si / Intan Syahbanu M.si
Asisten : Dian
Prodi : Kimia
Anggota kelompok : 1.
Yovita Novi
2. Irma Ramadhani F
3. Safitri Ulfah Ramadhani
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Cukup
diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut
tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih
dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagi
pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan
air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian dibiarkan,
maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu
dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau
setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain
hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran
karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam
kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam
karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Vogel,1986).
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih, jadi
pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara
padatan dan cairan. Cara yang paling mudah
untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap
komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama. Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya
beberapa fase. Antara lain fase kesetimbangan
fisika dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan
heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara yaitu dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini
digunakan utntuk kesetimbangan kimia
yang berisi gas. Yang kedua dengan hukum distribusi Nernest, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut. Yang
terakhir yaitu dengan hukum fase,untuk
kesetimbangan yang umum. Hukum
distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukanaktivitas
zat terlarut dalam suatu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain
yang diketahui, asalkan kedua pelarut tidak
bercampur sempurna satu sama lain. Hukum
distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan
tetapan kesetimbangan. Oleh karena hukum distribusi ini banyak digunakan dalam penentuan tetapan kesetimbangan, maka dari
itu dilakukanlah percobaan distribusi
solute(zat terlarut) antara dua pelarut yang tak saling campur ini, agar dapat
menentukankonstanta kesetimbangan suatu pelarut yang tidak
bercampur.
1.2 Prinsip
Percobaan
Prinsip
dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
yaitu ait dan dietil eter, dimana menurut hukum distribusi Nerst, jika ke dalam
sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang tak dapat
larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan,
karena perbedaan kepolaran antara air(polar) dan dietil eter(non polar),
menghasilkan dua lapisan berupa lapisan air dibawah dan lapisan eter diatas
berdasarkan densitas yang dimiliki oleh
kedua cairan, d air = 0,0998 g/cm3, dan d eter = 0,7134 g/cm3. Ada
penambahan zat ketiga berupa asam asetat dan asam oksalat, sehingga zat
terdistribusi antara lapisan air dan petroleum eter, dilakukan pemisahan, dan
hasil pisahan berupa lapisan airnya dititrasi dengan NaOH standar dengan
bantuan indikator PP, yang akan menunjukkan titik akhir titrasi. Perbandingan
konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu
ketetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut adalah tetapan distribusi atau
koefisien distribusi (KD).
Penentuan KD bisa dengan rumus berikut: K=C1/C2.
1.3 Tujuan
Percobaan
Tujuan
dari percobaan ini yaitu memperlajari kelarutan suatu zat terlarut dalam dua
pelarut yang tidak saling campur dan menentukan harga konstanta distribusinya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Hukum distribusi atau partisi.
Suatu zat yang dapat larut dalam dua zat pelarut yang tidak saling campur dan
ketiga-tiganya ada bersama, maka zat tersebut akan terbagi kedalam dua
pelaruttersebut. Pada keadaan setimbang, perbandingan fraksi mol dari zat
terlarut dalam kedua pelarut berharga tetap pada temperatur tetap. Pernyataan
ini dikenal dengan “hukum distribusi”.
Hukum ini hanya berlaku bila larutannya encer dan zat terlarut mempunyai
struktur molekul yang sama dalam dua pelarut(Sukardjo,1996).
Menurut hukum distribusi Nerst,
bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang
dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan.
Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solutakan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok
dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut
tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut
disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi
dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut(Soebagio. 2002):
KD = C2/C1 atau KD
= Co/Ca
Jika ke dalam
sistem dua fasa cair yang tak dapat saling bercampur ditambahkan zat ketiga
yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi diantara ke
dua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan jenuh I2 dalam
CHCl3 dikocok dalam air yang tidak larut dalam CHCl3,
maka I2 akan terbagi dalam air dan dalam CHCl3. Setelah
tercapai kesetimbangan perbandingan konsentrasi I2 dalam air dan
CHCl3 pada temperatur tetap juga tetap, kenyataan ini merupakan
akibat langsung hukum termodinamika pada kesetimbangan(Basset,dkk,1994 ).
Jika
tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan
keadaan yang kita punya adalah ideal, maka harga KD sama dengan D.
untuk tujuan praktis sebagai ganti harga KD atau D, lebih sering
digunakan istilah persen ekstraksi (E). ini berhubungan dengan perbandingan
distribusi dalam persamaan sebagai berikut(Khopkar,2008):
D
= (Vw/Vo E)/(100-E) , dimana Vw = volume fase air, Vo = volume fase organik
Hukum
distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut antaradua
pelarut yang tidak saling campur, maka pada suatu temperatur yang konstanuntuk
setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi ini tidak
tergantunngpada spesi molekul yang lain. Harga angka banding berubah dengan
sifat dasarpelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla,1990)
Ekstraksi campuran-campuran
merupakan suatu teknik dimana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat
bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada hakikatnya
tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau
lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Untuk suatu zat terlarut
A yang didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum
distribusi (atau partisi) Nernst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama
dalam kedua cairan dan temperatur adalah konstan(Basset,dkk, 1994).
Ekstraksi meliputi
distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur. Pelarut
umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CHCl3, eter
atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan bas a-basa
yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke
dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien bila
dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah
pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali (Arsyad, 2001).
BAB
III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Adapun
alat-alat yang digunakan dala percobaan ini yaitu corong pisah 250ml 3 buah,
erlenmeyer 250ml 8 buah, buret 50ml 2 buah, pipet volume 10ml 2 buah, gelas
kimia 2 buah, bulb 2 buah, statif kayi dan besi lengkap, labu ukur, corong
kaca, botol semprot, batang pengaduk, spatula, cawan petri, dan lain-lain.
Bahan-bahan
yang digunakan dalam percbaaan ini yaitu akuades (H2O), indikator
fhenolfthalein(PP), larutan asam
asetat(CH3COOH), larutan asam oksalat(H2C2O4),
larutan natrium hidroksida (NaOH) standar dan pelarut organik(dietil eter).
3.2 Prosedur Kerja
Pertama-tama,
dibuat larutan asam asetat, NaOH, dan asam oksalat. Dalam membuat larutan asam
asetat dibuat dengan konsentrasi 0,5M dalam 50ml akuades, selanjutnya dilakukan
pengenceran bertingkat untuk memperoleh asam asetat dengan variasi konsentrasi
0,25M, 0,125M, dan 0,0625M. Dibuat larutan oksalat dalam 50ml untuk 3 gram
sampel, demikian pula untuk NaOH ditimbang 2 gram dan ditepatkan hingga 500ml akuades.
Kemudian
mengambil 20 ml asam asetat salah satu kosentrasi dan ditambahkan eter 20 ml,
kedua larutan tersebut dimasukkan kedalam corong pisah. Setelah itu dikocok
sampai terjadi kesetimbangan selama 15 menit dan larutan terdistribusi dengan
baik. Kemudian didiamkan sehingga terjadi pemisahan antara pelarut air dan
pelarut organik. Setelah dipisahkan kedua lapisan dengan cara mengambil lapisan
paling bawah sampai garis batas lapisan.
Selanjutnya, diambil
5ml hasil pemisahan tersebut yang berupa lapisan air, ditambahkan indikator PP dan
dititrasi dengan larutan standar NaOH. Sebelum dilakukan titrasi hasil
pemisahan lapisan air, terlebih dahulu menitrasi asam oksalat dengan 2ml asam
oksalat dan ditambahkan indikator PP. Dicatat perubahan yang terjadi, dan
dicatat volume NaOH yang dipakai.
3.3 Rangkaian Alat
Gb.1
Rangkaian alat titrasi(dipakai untuk titrasi lapisan air dengan NaOH standar).
Gb.2. (a). Proses distribusi dengan mengocok
larutan dalam corong pisah; (b). Proses pemisahan dua larutan yang tak saling
campur, dimana akan terbentuk dua lapiran antar kedua larutan yang bersangkutan
(yaaiut antara air dan dietil eter)
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
4.1.1. Larutan standar
No
|
Volume asam oksalat
|
Volume NaOH
|
1
|
2ml
|
20,4
ml
|
2
|
2ml
|
20
ml
|
4.1.2.
Titrasi asam asetat
No
|
Kosentrasi
asam asetat
|
Volume
asam asetat
|
Volume
NaoH
|
Perubahan
Warna
|
1
|
0,5 M
|
5ml
|
4,5ml
|
Merah muda
|
2
|
0,25 M
|
5ml
|
11,1ml
|
Merah muda
|
3
|
0,125 M
|
5ml
|
4,6ml
|
Merah muda
|
4
|
0,0625 M
|
5ml
|
6,7ml
|
Merah muda
|
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu
larutan (dalam air) mengandung zat organik A dibiarkan bersentuhan dengan
pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan terdistribusi
baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana
pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di
dalam kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien
distribusi (partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam
kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu
atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling
sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi
bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang
biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat
mudah, yaitu cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak
bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi
kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah
terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan
konsentrasi zat terlarut tersebut.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung
pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Semakin sering kita melakuka
ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu
pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan
untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah
pelarut untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan
ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar
dengan jumlah pelarut yang kecil.
Senyawa-senyawa organik, misalnya
dalam percobaan ini digunakan asam asetat umumnya relatif lebih suka larut ke
dalam pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air, sehingga senyawa-senyawa
organik mudah dipisahkan dari campurannya yang mengandung air atau larutannya.
Metode penentuan koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan penentuan
konsentrasi asam asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik.
Pelarut organik yang digunakan dalam percobaan ini adalah dietil eter.
Menurut hukum distribusi Nernst,
bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut
yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian
kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan
konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu
tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau
koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara fasa organik
dan fasa air. Prinsip pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi
Nernst,yaitu terlarut dengan perbandingan tertentu antara 2 pelarut yang tidak
salingmelarut atau bercampur seperti eter, kloroform, karbon sulfida. Prinsip
pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asammaupun
basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi
penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan
sebaliknya, dimana kadar lalrutan basa dapat ditentukan dengan
menggunakanlarutan asam.Dalam percobaan ini digunakan 4 larutan asam asetat
dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,5 M, 0,25M, 0,125M,
dan 0,0625M. Sebanyak 20 mL asam asetat dicampur dengan 20
mL dietil eter, dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 15
menit.
Setelah
pencampuran asam asetat dengan dietil eter dalam corong pemisah, larutan menjadi
berasa dingin (terjadinya penurunan temperatur larutan) dan saat pengocokan
dilakukan, larutan sering menghasilkan gas dimana gas yang terbentuk itu
berasal dari larutan dietil eter yang bersifat mudah menguap. Oleh sebab itu ketika
pengocokan dilakukan, sesekali gas harus dikeluarkan melalui kran.Pengeluaran
gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah.
Jika gas tidak dikeluarkan, dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong
pemisah. Dalam prosedur percobaan seharusnya dilakukan pengocokan dilakukan
selama 30 menit dengan menggunakan pengocok magnetik sehingga kecepatan pengocokan
konstan namun prosedur tersebut tidak dapat dilakukan dengan baik karena
pengocokan dilakukan secara manual sehingga kecepatan pengocokan tidak dapat
berjalan dengan konstan dan hanya dilakukan selama 15 menit. Fungsi pengocokan
disini untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam
asetat pada kedua fasa. Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah,
campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. fasa atasdan fasa bawah.
Dari kedua fsa tersebut yang diambil adalah fasa bawah karena pada fasa
tersebut dicurigai terdapat asam asetat. Pada pelarut eter, asam asetat yang larut
dalam air akan berada di lapisan bawah, sedangkan larutan asam asetat yang larut
dalam pelarut petroleum eter berada di lapisan bawah. Hal ini terjadi karena perbedaan
berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air (massa jenis air lebihbesar
di banding masa jenis petroleum eter dimana massa jenis petroleum eter sebesar
0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99)Setelah proses pemisahan lapisan
larutan berjalan dengan sempurna, maka lapisan air yang mengandung asam asetat
dikeluarkan dan selanjutnya sebanyak 5mL larutan tersebut dititrasi dengan
larutan NaOH 0,5 M Titrasi ini merupakan jenis titrasi asam basa dimana asamnya
yaitu asam asetat (CH3COOH) bertindak
sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai titran. Dilakukan
pula untuk konsentrasi 0,25M, 0,125M dan 0,0625M. Penggunaan indikator berguna
untuk mendeteksi titik akhir titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari
bening menjadi merah muda. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator
fenolftalein (pp). Indikator ini merupakan asam diprotik dan
tidak berwarna. Saat direkasikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi
bentuk tidak berwarnanya dan kemudian, dengan menghilangnya proton kedua
dari indikator ini menjadi ion terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah
muda, pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening
menjadi merah muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa
+ H2O
Dari proses
titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan untuk menetralkan
asam dalam larutan yaitu asam asetat, dimana untuk tiap konsentrasi asam asetat
dilakukan pengulangan. Adapun volume NaOH yangdiperlukan untuk konsentrasi asam
asetat 0,5 M adalah 4,5ml; yang 0,25 adalah 11,1ml; yang
o,125 adalah 4,6ml dan dan yaang 0,0625 adalah 6,7ml. Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa antara konsentrasia sam asetat
dengan volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi memiliki hubunganyang
sebanding. Walaupun ada volume yang sangat sedikit dan ada agat naik drastis,
itu dikarenakan, kurangnya distribusi saat pengocokan, kemudian ada zat yang
tumpah/keluar saat pengocokan, sehingga berpengaruh pada saat proses titrasi
yaitu pada volumenya. Pada dasarnya, Semakin besar konsentrasi asam asetat yang
digunakan, maka volume larutan NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam
asetat tersebut juga akan semakin banyak. Secara teknik, faktor pengocokan
sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada
pelarut organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu, temperatur juga
mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur
konstan.
Dari volume NaOH yang diperoleh
dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai koefisien distribusi dari
percobaan yang dilakukanNilai KD untuk larutan asam
asetat pada konsentrasi tiapkonsentrasi secara berurutan sebesar 0,108
M; 0,107 M; 0,107 M; dan 0,107 M. Dari
perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai Kddengan
perbandingan hampir sama. Hal ini hampir sesuai dengan literatur dimana semakin
tinggi konsentrasi asam asetat maka nilai KD yang diperoleh juga semakin tinggi. Penyebab dari ketidaksesuaian ini
adalah kecepatan dari pengocokan yang tidak sama antara kedua larutan sehingga
tidak terjadi pemisahan secara sempurna.
.Adapun fungsi
bahan dan alat sebagai berikut : asam cuka (CH3COOH) berfungsi
sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya. Natrium hidroksida (NaOH) berfungsi sebagai larutan standar
untuk menitrasi asam cuka(titran). Indikator Phenolphtalein (pp)
berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi dan untuk akuades
berfungsi sebagai pelarut. Fungsi petroleum eter adalah sebagai pelarut organik yang digunakan untuk melarutkan asam
asetat.Untuk fungsi alatnya yaitu : pipet tetes berfungsi untuk
mengambil indikator dan memasukkannya ke
dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer sendiri berfungsi sebagai wadah zat yang akan dititrasi. Statif dan klem
berfungsi sebagai penyanggah berdirinya buret. Fungsi buret itu sendiri
adalah sebagai wadah untuk titrannya(NaOH). Beaker glass berfungsi sebagai
wadah campuran yang diaduk. Corong pisah disini berfungsi untuk memasukkan larutan standar ke dalam buret. Maupun
ke dalam Erlenmeyer. Dan fungsi untuk
batang pengaduk adalah alat untuk mengaduk dua zat yang dicampur
agar terbentuk larutan yang homogen. Sifat fisika dari asam asetat adalah
memiliki rumus molekul CH3COOH, massamolar 60.05 gr/mol, densitas dan
fase 1.049 g/cm3, cairan. 1.266 g/cm3, padatan. Titik lebur 16.50C (289.6 ± 0,5 K) (61.60F). titik lebur sebesar 118.10C (391.2 ± 0.6 K)(244.50F). Penampilan cairan
higroskopis tak berwarna. Sedangkan sifat kimianyaa dalah melarut dengan
mudah dalam air, bersifat higroskopis dan korosif, asam asetat merupakan asam lemah dan monobasik. Asam asetat
dapat merubah kertas lakmus biru menjadi
merah. Asam asetat membebaskan CO2
dari karbonat dan asam asetat menyerang logam
yang melibatkan hidrogen. Sifat fisika untuk NaOH adalah memiliki densitas dan
fase 2.100 g/cm3, cairan, memiliki
titik lebur dan titik didih sebesar 3180C dan 13900C, penampilan yaitu cairan higroskopis tak
berwarna. Sedangkan untuk sifat kimianya yaitu mudah menyerap gas CO2, senyawa
ini sangat mudah larut dalam air, merupakan larutan basa kuat, sangat korosif terhadap jaringan tubuh dan tidak berbau. Sifat fisika untuk indikator pp yaitu memiliki
rumus molekul C20H14O4, penampilan berupa padatan Kristal tak berwarna, memiliki
massa jenis 1,227, berbentuk larutan, termasuk asam lemah dan larut
dalam air. Sedangkan untuk sifat kimianya adalah trayek pH berkisar pada
8,2-10, dan merupakan indikator dalam analisis kimia, tidak dapat bereaksi
dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indikator, larut dalam 95 % etil
alkohol, merupakan asam dwiprotik, tidak berwarna saat asam dan saat kondisi basa akan berwarna merah
lembayung. Adapun sifat fisik dan
kimia dari dietil eter yaitu memiliki rumus molekul CH3CH2-O-CH2-CH3, dengan titik didih 35 °C dan konstanta dielektriknya sebesar 4.3,
serta memiliki massa jenis sebesar 0.713 g/ml.
Adapun faktor kesalahan dalam percobaan kali ini yaitu :
−Kesalahan pada saat pengocokan, penyebabkan cairan
ada yang keluar dan distribusi terhambat, sehingga berpengaruh pada jumlah
volume NaOH yang bereaksi
−Kesalahan
pada saat pengenceran asam asetat, kemungkinan larutan tidak tepat pada
batas tepat,
-mungkin
kesalahan pada mentitrasi juga.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Diketahui
kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling campur (yaitu
air yang tidak bercampur dengan petroleum eter), serta telah didapat harga
konstanta distribusinya yaitu sebesar 0,1073M
5.1 Saran
Adapun
saran saya untuk percobaan kedepannya, bisa digunakan pelarut non polar lain
seperti kloroform, etil asetat, benzene ataupun toluena, sehingga didapat hasil
yang bervariasi. Atau mungkin juga bisa menggunakan pelarut non polarnya selain
air, misalnya diginakan etanol atau metanol.
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad, M. N. 1997. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah.
Gramedia. Jakarta.
Basset, J.
dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Universitas Indonesia Press. Jakarta. . 2008. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Jakarta : UI Press
Svehla, G.
1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. PT.
Kalman Media Pustaka. Jakarta.
Soebagio. 2000. Kimia Analitik
II (JICA). Malang : Universitas Negeri Malang.
Vogel. 1986. Buku Teks Analisis Secara Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
LAMPIRAN
-
Journal
-
Data Pengamatan
-
Perhitungan
Perhitungan
1.
Pembuatan
Larutan NaOH
Diketahui: M
NaOH = 0,1M
V
H2O = 500ml =0,5 L
Mr
NaOH = 40
Dit: m NaOH....?
n NaOH
=
=
m NaOH =
=
=
2.
Pembuatan
Larutan Asam Oksalat untuk Standarisasi NaOH
Diketahui: M asam oksalat = 0,5M
V H2O
= 50ml =
0,05 L
Mr asam oksalat
= 120
Dit : m asam
oksalat...?
n asam oksalat
=
=
m asam oksalat =
=
=
3.
Pembuatan Asam
Asetat
Diketahui : M as.asetat Pekat =
V encer = 50 ml
M encer = 0,5 M
Dit : V dari 0,5 M, 0,25M, 0,125M,
0,0625M
a.
M
·
17,49 M V1
0,5 M 50ml
17,49 M V1 25
Mml
V1
V11,42 ml
b.
M
·
0,5 M V1
0,25 M 50ml
0,5 M V1 12,5 Mml
V1
V125 ml
c.
M
·
0,25 M V1
0,125 M 50ml
0,25 M V1 6,25 Mml
V1
V125 ml
d.
M
·
0,125 M V1
0,0625 M 50ml
0,125 M V1 3,125 Mml
V1
V125 ml
4.
Standarisasi
NaOH
H2C2O4.
2H2O + 2NaOH → Na2C2O4 +4H2O
Vrata-rata : V1 =
20,4 ml
V2 =
20 ml
V rata-rata
n
H2C2O4 . 2H2O
=
0,5
x 2
=
1
mmol
Mol
NaOH = x 1
=
2mmol
M NaOH =
=
=
0,099M
5.
Perhitungan
Konstanta Distribusi Asam Asetat (CH3COOH)
CH3COOH
+ NaOH → CH3COONa +H2O
a.
n
NaOH =
=
0,099M
x 4,5ml
=
0,446 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 0,446
mmol
M CH3COOH =
=
= 0,089M
...(b)
C
air = (a-b) M
= ( 4,5 – 0,089) 0,099
= 0,437
C
eter = ( a – C air)
= 4,5-0,437
= 4,063
K1
=
=
=
0,108 M
b.
n
NaOH =
=
0,099M
x 11,1 ml
=
1,099 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 1,099
mmol
M CH3COOH =
=
= 0,219 M
...(b)
C
air = (a-b) M
= ( 11,1 – 0,219) 0,099
= 1,077
C
eter = ( a – C air)
= 11,1-1,077
= 10,023
K2
=
=
=
0,107 M
c.
n
NaOH =
=
0.099M
x 4,6 ml
=
0,455 mmol
nCH3COOH = nNaOH = 0,455
mmol
M CH3COOH =
=
= 0,091 M
...(b)
C
air = (a-b) M
= ( 4,6 – 0,091) 0,099
= 0,446
C
eter = ( a – C air)
= 4,6-0,446
= 4,154
K3
=
=
=
0,107 M
d.
n
NaOH =
=
0.099M
x 6,7 ml
=
0,663 mmol
nCH3COOH = nNaOH =
0,663mmol
M CH3COOH =
=
= 0,133 M
...(b)
C
air = (a-b) M
= ( 6,7 – 0,133) 0,099
= 0,650
C
eter = ( a – C air)
= 6,7 – 0,650
= 6,05
K4
=
=
=
0,107 M
K rata-rata
=
=
=
0,1073
No comments:
Post a Comment